Advertisement

Saturday, 27 February 2016

 
Sejarah Wajib Kelas X » Islam dan Jaringan Perdagangan Antarpulau
Islam dan Jaringan Perdagangan Antarpulau
Islam dan Jaringan Perdagangan Antarpulau - Berdasarkan data arkeologis seperti prasasti-prasasti maupun data historis berupa berita-berita asing, kegiatan perdagangan di Kepulauan Indonesia sudah dimulai sejak abad pertama Masehi. Jalurjalur pelayaran dan jaringan perdagangan Kerajaan Sriwijaya dengan negeri-negeri di Asia Tenggara, India, dan Cina terutama berdasarkan berita-berita Cina telah dikaji, antara lain oleh W. Wolters (1967).
Demikian pula dari catatan-catatan sejarah Indonesia dan Malaya yang dihimpun dari sumber-sumber Cina oleh W.P Groeneveldt, telah menunjukkan adanya jaringan–jaringan perdagangan antara kerajaan-kerajaan di Kepulauan Indonesia dengan berbagai negeri terutama dengan Cina. Kontak dagang ini sudah berlangsung sejak abad-abad pertama Masehi sampai dengan abad ke-16. Kemudian kapal-kapal dagang Arab juga sudah mulai berlayar ke wilayah Asia Tenggara sejak permulaan abad ke-7. Dari literatur Arab banyak sumber berita tentang perjalanan mereka ke Asia Tenggara.
Adanya jalur pelayaran tersebut menyebabkan munculnya jaringan perdagangan dan pertumbuhan serta perkembangan kota-kota pusat kesultanan dengan kota-kota bandarnya pada abad ke-13 sampai abad ke-18 misalnya, Samudera Pasai, Malaka, Banda Aceh, Jambi, Palembang, Siak Indrapura, Minangkabau, Demak, Cirebon, Banten, Ternate, Tidore, Goa-Tallo, Kutai, Banjar, dan kota-kota lainnya.
Dari sumber literatur Cina, Cheng Ho mencatat terdapat kerajaan yang bercorak Islam atau kesultanan, antara lain, Samudera Pasai dan Malaka yang tumbuh dan berkembang sejak abad ke-13 sampai abad ke-15, sedangkan Ma Huan juga memberitakan adanya komunitas- komunitas Muslim di pesisir utara Jawa Timur. Berita Tome Pires dalam Suma Oriental (1512-1515) memberikan gambaran mengenai keberadaan jalur pelayaran jaringan perdagangan, baik regional maupun internasional. Ia menceritakan tentang lalu lintas dan kehadiran para pedagang di Samudra Pasai yang berasal dari Bengal, Turki, Arab, Persia, Gujarat, Kling, Malayu, Jawa, dan Siam. Selain itu Tome Pires juga mencatat kehadiran para pedagang di Malaka dari Kairo, Mekkah, Aden, Abysinia, Kilwa, Malindi, Ormuz, Persia, Rum, Turki, Kristen Armenia, Gujarat, Chaul, Dabbol, Goa, Keling, Dekkan, Malabar, Orissa, Ceylon, Bengal, Arakan, Pegu, Siam, Kedah, Malayu, Pahang, Patani, Kamboja, Campa, Cossin Cina, Cina, Lequeos, Bruei, Lucus, Tanjung Pura, Lawe, Bangka, Lingga, Maluku, Banda, Bima, Timor, Madura, Jawa, Sunda, Palembang, Jambi, Tongkal, Indragiri, Kapatra, Minangkabau, Siak, Arqua, Aru, Tamjano, Pase, Pedir, dan Maladiva.
Berdasarkan kehadiran sejumlah pedagang dari berbagai negeri dan bangsa di Samudera Pasai, Malaka, dan bandar-bandar di pesisir utara Jawa sebagaimana diceritakan Tome Pires, kita dapat mengambil kesimpulan adanya jalur-jalur pelayaran dan jaringan perdagangan antara beberapa kesultanan di Kepulauan Indonesia baik yang bersifat regional maupun internasional.
Hubungan pelayaran dan perdagangan antara Nusantara dengan Arab meningkat menjadi hubungan langsung dan dalam intensitas tinggi. Dengan demikian aktivitas perdagangan dan pelayaran di Samudera Hindia semakin ramai. Peningkatan pelayaran tersebut berkaitan erat dengan makin majunya perdagangan di masa jaya pemerintahan Dinasti Abbasiyah (750-1258). Dengan ditetapkannya Baghdad menjadi pusat pemerintahan menggantikan Damaskus (Syam), aktivitas pelayaran dan perdagangan di Teluk Persia menjadi lebih ramai. Pedagang Arab yang selama ini hanya berlayar sampai India, sejak abad ke-8 mulai masuk ke Kepulauan Indonesia dalam rangka perjalanan ke Cina. Meskipun hanya transit, tetapi hubungan Arab dengan kerajaan-kerajaan di Kepulauan Indonesia menjadi langsung. Hubungan ini menjadi semakin ramai manakala pedagang Arab dilarang masuk ke Cina dan koloni mereka dihancurkan oleh Huang Chou, menyusul suatu pemberontakan yang terjadi pada 879 H. Orang–orang Islam melarikan diri dari pelabuhan Kanton dan meminta perlindungan Raja Kedah dan Palembang. Ditaklukkannya Malaka oleh Portugis pada 1511, dan usaha Portugis selanjutnya untuk menguasai lalu lintas di selat tersebut, mendorong para pedagang untuk mengambil jalur alternatif, dengan melintasi Semenanjung atau pantai barat Sumatra ke Selat Sunda.
Pergeseran ini melahirkan pelabuhan perantara yang baru, seperti Aceh, Patani, Pahang, Johor, Banten, Makassar dan lain sebagainya. Saat itu, pelayaran di Selat Malaka sering diganggu oleh bajak laut. Perompakan laut sering terjadi pada jalur-jalur perdagangan yang ramai, tetapi kurang mendapat pengawasan oleh penguasa setempat. Perompakan itu sesungguhnya merupakan bentuk kuno kegiatan dagang. Kegiatan tersebut dilakukan karena merosotnya keadaan politik dan mengganggu kewenangan pemerintahan yang berdaulat penuh atau kedaulatannya di bawah penguasa kolonial.
Akibat dari aktivitas bajak laut, rute pelayaran perdagangan yang semula melalui Asia Barat ke Jawa lalu berubah melalui pesisir Sumatra dan Sunda. Dari pelabuhan ini pula para pedagang singgah di Pelabuhan Barus, Pariaman, dan Tiku.  Perdagangan pada wilayah timur Kepulauan Indonesia lebih terkonsentrasi pada perdagangan cengkih dan pala. Dari Ternate dan Tidore (Maluku) dibawa barang komoditi ke Somba Opu, ibukota Kerajaan Gowa di Sulawesi Selatan. Somba Opu pada abad ke-16 telah menjalin hubungan perdagangan dengan Patani, Johor, Banjar, Blambangan, dan Maluku. Adapun Hitu (Ambon) menjadi pelabuhan yang menampung komoditi cengkih yang datang dari Huamual (Seram Barat), sedangkan komoditi pala berpusat di Banda. Semua pelabuhan tersebut umumnya didatangi oleh para pedagang Jawa, Cina, Arab, dan Makassar. Kehadiran pedagang itu mempengaruhi corak kehidupan dan budaya setempat, antara lain ditemui bekas koloninya seperti Maspait (Majapahit), Kota Jawa (Jawa) dan Kota Mangkasare (Makassar).
Pada abad ke-15, Sulawesi Selatan telah didatangi pedagang Muslim dari Malaka, Jawa, dan Sumatra. Dalam perjalanan sejarahnya, masyarakat Muslim di Gowa terutama Raja Gowa Muhammad Said (1639-1653) dan putra penggantinya, Hasanuddin (1653-1669) telah menjalin hubungan dagang dengan Portugis. Bahkan Sultan Muhammad Said dan Karaeng Pattingaloang turut memberikan saham dalam perdagangan yang dilakukan Fr. Vieira, meskipun mereka beragama Katolik. Kerjasama ini didorong oleh adanya usaha monopoli perdagangan rempah-rempah yang dilancarkan oleh kompeni Belanda di Maluku.
Hubungan Ternate, Hitu dengan Jawa sangat erat sekali. Ini ditandai dengan adanya seorang raja yang dianggap benar-benar telah memeluk Islam ialah Zainal Abidin (1486-1500) yang pernah belajar di Madrasah Giri. Ia dijuluki sebagai Raja Bulawa, artinya raja cengkih, karena membawa cengkeh dari Maluku sebagai persembahan. Cengkih, pala, dan bunga pala (fuli) hanya terdapat di Kepulauan Indonesia bagian timur, sehingga banyak barang yang sampai ke Eropa harus melewati jalur perdagangan yang panjang dari Maluku sampai ke Laut Tengah. Cengkih yang diperdagangkan adalah putik bunga tumbuhan hijau (szygium aromaticum atau caryophullus aromaticus) yang dikeringkan. Satu pohon ini ada yang menghasilkan cengkih sampai 34 kg. Hamparan cengkih ditanam di perbukitan di pulau-pulau kecil Ternate, Tidore, Makian, dan Motir di lepas pantai barat Halmahera dan baru berhasil ditanam di pulau yang relatif besar, yaitu Bacan, Ambon dan Seram.
Meningkatnya ekspor lada dalam kancah perdagangan internasional, membuat pedagang nusantara mengambil alih peranan India sebagai pemasok utama bagi pasaran Eropa yang berkembang dengan cepat. Selama periode (1500- 1530) banyak terjadi gangguan di laut sehingga bandar-bandar Laut Tengah harus mencari pasokan hasil bumi Asia ke Lisabon. Oleh karena itu secara berangsur jalur perdagangan yang ditempuh pedagang muslim bertambah aktif, ditambah dengan adanya perang di laut Eropa, penaklukan Ottoman atas Mesir (1517) dan pantai Laut Merah Arabia (1538) memberikan dukungan yang besar bagi berkembangnya pelayaran Islam di Samudera Hindia.
Meskipun banyak kota bandar, namun yang berfungsi untuk melakukan ekspor dan impor komoditi pada umumnya adalah kota-kota bandar besar yang beribu kota pemerintahan di pesisir, seperti Banten, Jayakarta, Cirebon, Jepara - Demak, Ternate, Tidore, Goa-Tallo, Banjarmasin, Malaka, Samudera Pasai, Kesultanan Jambi, Palembang dan Jambi. Kesultanan Mataram berdiri dari abad ke-16 sampai ke-18. Meskipun kedudukannya sebagai kerajaan pedalaman namun wilayah kekuasaannya meliputi sebagian besar pulau Jawa yang merupakan hasil ekspansi Sultan Agung. Kesultanan Mataram juga memiliki kota-kota bandar, seperti Jepara, Tegal, Kendal, Semarang, Tuban, Sedayu, Gresik, dan Surabaya.
Dalam proses perdagangan telah terjalin hubungan antar etnis yang sangat erat. Berbagai etnis dari kerajaan-kerajaan tersebut kemudian berkumpul dan membentuk komunitas. Oleh karena itu, muncul nama-nama kampung berdasarkan asal daerah. Misalnya,di Jakarta terdapat perkampungan Keling, Pakojan, dan kampungkampung lainnya yang berasal dari daerah-daerah asal yang jauh dari kota-kota yang dikunjungi, seperti Kampung Melayu, Kampung Bandan, Kampung Ambon, dan Kampung Bali.Pada zaman pertumbuhan dan perkembangan Islam, system jual beli barang masih dilakukan dengan cara barter. Sistem barter dilakukan antara pedagang-pedagang dari daerah pesisir dengan daerah pedalaman, bahkan kadang-kadang langsung kepada petani. Transaksi itu dilakukan di pasar, baik di kota maupun desa. Tradisi jual-beli dengan sistem barter hingga kini masih dilakukan oleh beberapa masyarakat sederhana yang berada jauh di daerah terpencil. Di beberapa kota pada masa pertumbuhan dan perkembangan Islam telah menggunakan mata uang sebagai nilai tukar barang. Mata uang yang dipergunakan tidak mengikat pada mata uang tertentu, kecuali ada ketentuan yang diatur pemerintah daerah setempat.
Kemunduran perdagangan dan kerajaan yang berada di daerah tepi pantai disebabkan karena kemenangan militer dan ekonomi dari Belanda, dan munculnya kerajaan-kerajaan agraris di pedalaman yang tidak menaruh perhatian pada perdagangan.
Uji Kompetensi

  1. Berdasarkan berita Tome Pires, buatlah peta jalur perdagangan di bagian timur kepulauan Indonesia!
  2. Jelaskan dan buatlah peta jalur perdagangan alternatif setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis tahun 1511!
  3. Menurut kamu mengapa para pedagang waktu itu memilih jalur perairan atau laut.[gs]

3 teori masuknya islam ke Indonesia

 
3 Teori Masuknya Islam Ke Indonesia dan Bukti Pendukungnya
 Perkembangan Islam di Indonesia berlangsung dengan sangat cepat. Hal ini tentu tidak terlepas dari peran para pedagang muslim yang berasal dari Gujarat (India), Persia, dan Arab. Hubungan erat antar pedagang muslim dan pedagang Nusantara di masa silam menimbulkan pengaruh terhadap masuknya agama Islam di Indonesia. Teori Masuknya Islam ke Indonesia Secara geografis, Indonesia terletak di kawasan yang sangat strategis dalam saluran perdagangan masa silam. Hal ini menyebabkan Islam dengan mudah masuk ke wilayah Indonesia. Lantas, kapan Islam pertama kali datang ke Indonesia. Ada beberapa teori tentang masuknya Islam ke Indonesia. Teori tersebut antara lain teori Gujarat, teori Persia, dan teori Arab. Berikut ini pemaparan dari masing-masing teori masuknya Islam ke Indonesia tersebut.
 1. Teori Gujarat Teori gujarat adalah teori masuknya Islam ke Indonesia yang pertama kali dikemukakan oleh Snouck Hurgronje dan J. Pijnapel. Dalam teori ini disebutkan bahwa Islam di Indonesia sebetulnya berasal dari Gujarat, India dan mulai masuk sejak abad ke 8 Masehi. Islam masuk ke Indonesia melalui wilayah-wilayah di anak benua India, seperti Gujarat, Bengali, dan Malabar. Seperti diketahui bahwa Bangsa Indonesia pada masa itu memang telah menjalin hubungan dagang dengan India melalui saluran Indonesia-Cambay.[BACA : Sejarah Masuknya Islam di Indonesia] Berdasarkan teori ini, masuknya Islam ke Indonesia ini diyakini berasal dari Gujarat karena didasarkan pada adanya bukti berupa batu nisan Sultan Samudera Pasai Malik as-Saleh berangka tahun 1297 yang bercorak Gujarat. Selain itu, teori gujarat juga didasarkan pada corak ajaran Islam yang cenderung memiliki warna tasawuf. Ajaran ini dipraktikan oleh orang muslim di India Selatan, mirip dengan ajaran Islam di Indonesia pada awal berkembangnya Islam.
2. Teori Persia Teori persia adalat teori masuknya Islam ke Indonesia yang dikemukakan oleh Hoessein Djajadiningrat. Dalam teori ini dikemukakan bahwa Islam yang masuk ke Indonesia adalah Islam yang berasal dari Persia (Iran). Islam diyakini dibawa oleh para perdagang Persia mulai pada abad ke 12. Teori persia berlandaskan pada bukti maraknya paham Syiah pada awal masuknya Islam ke Indonesia. Selain itu, ada kesamaan tradisi budaya Persia dengan budaya masyarakat Islam Indonesia. Peringatan 10 Muharam atau hari Asyura di Iran dengan upacara Tabuik atau Tabut di Sumatera Barat dan Jambi sebagai lamang mengarak jasad Husein bin Ali bin Abi Thalib yang terbunuh dalam peristiwa Karbala menjadi salah satu contohnya. Bahkan kuatnya tradisi Syiah masih terasa hingga saat ini. [BACA : Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia] Adanya suku Leran dan Jawi di Persia menunjukan bukti bahwa orang-orang Persia yang membawa Islam ke Indonesia. Suku ini disinyalir merujuk pada orang-orang Leran dari Gresik dan suku Jawa. Selain itu, dalam suku Jawa dikenal dengan tradisi penulisan Arab Jawa atau Arab Pegon sebagaimana diadopsi oleh masyarakat Persia atas Tulisan Arab. Hal ini diperkuat dengan istilah Jer yang lazim digunakan masyarakat Persia.

3. Teori Arab atau Teori Mekah Berdasarkan teori Arab, masuknya Islam ke Indonesia diyakini berasal dari Arab, yaitu Mekkah dan Madinah pada abad perama Hijriah atau abad ke 7 Masehi. Pendapat ini didasarkan pada adanya bukti perkampungan Islam di Pantai Barus, Sumatera Barat, yang dikenal sebagai Bandar Khalifah. Wilayah ini disebut dengan wilayah Ta-Shih. Ta-Shih adalah sebutan orang-orang China untuk orang Arab. Bukti ini terdapat dalam dokumen dari Cina yang ditulis oleh Chu Fan Chi yang mengutip catatan seorang ahli geografi, Chou Ku-Fei. Dia mengatakan adanya pelayaran dari wilayah Ta-Shih yang berjarak 5 hari perjalanan ke Jawa. Dalam dokumen China keberadaan komunitas muslim Arab di Pantai Barus tercatat sekitar tahun 625 Masehi. Menilik tahun tersebut, berarti hanya sembilan tahun dari rentang waktu ketika Rasululloh menetapkan dakwah Islam secara terbuka kepada penduduk Mekkah. Beberapa sahabat telah berlayar dan membentuk perkampungan Islam di Sumatera. Pelayaran ini sangat mungkin terjadi mengingay adanya perintah Rasululloh agar kaum muslimin menuntut ilmu ke negeri Cina. Hal ini berarti Islam masuk ke Indonesia saat Rosululloh masih hidup. Bukti arkeologis juga ditemukan di Barus, berupa sebuah makam kuno di kompleks pemakaman Mahligai, Barus. Pada salah satu batu nisannya tertulis nama Syekh Rukunuddin yang wafat pada tahun 672 M. Para arkeolog dari Ecole Francaise D’extreme-Orient Prancis dan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional menyatakan bahwa sekitar abad 9 sampai 12 Masehi, Barus menjadi sebuah perkampungan dari berbagai suku bangsa seperti Arab, Aceh, India, Cina, Tamil, Jawa, Bugis, dan Bengkulu. [BACA : Peninggalan Sejarah Islam di Indonesia] Bukti lain yang mendukung teori masuknya Islam ke Indonesia adalah munculnya kerajaan Islam pertama di Indonesia, yaitu Kerajaan Perlak yang diteruskan oleh Kerajaan Samudra Pasai. Kerajaan Samudra Pasai adalah kerajaan bercorak paham Syafi’i yang kala itu dianut banyak penduduk Mesir dan Mekah. Demikianlah beberapa teori masuknya Islam ke Indonesia seperti yang diutarakan oleh beberapa ahli. Ketahui pula bagaimana proses masuknya Islam ke Indonesia melalui beberapa saluran pada artikel selanjutnya. Semoga bermanfaat.

Sumber: http://kisahasalusul.blogspot.com/2015/11/3-teori-masuknya-islam-ke-indonesia-dan.html
Disalin dari Blog Kisah Asal Usul.

soal mid semester genap tahun pelajaran 2015/2016 sejarah indonesia kls X

 

soal mid semester genap kls X 

Sejarah Indonesia

tahun pelajaran 2015/2016



 1.      Terdapat berbagai pendapat mengenai proses masuknya islam ke kepulauan indonesia. Sebutkan tiga teori masuknya islam ke kepulauan Indonesia !
2.      Bagaimana pendapat kamu tentang adanya berbagai teori tentang masuknya Islam ke Indonesia ? jelaskan pendapat anda !
3.     Mengapa Islam bisa cepat diterima oleh masyarakat di Indonesia ?
4.   Jelaskan jalur perdagangan di bagian timur kepulauan indonesia berdasarkan berita Tom Pires !
5     Menurut kamu mengapa para pedagang waktu itu memilih jalur perairan atau laut ?
6. Jelaskan jalur perdagangan alternative setelah Malaka Jatuh ke tangan Portugis tahun 1511?
7.     Sebutkan kerajaan – kerajaan Islam yang ada di pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua !
8.      Kapan dan bagaimana proses Islamisasi di tanah Jawa ?
9.     Pada masa pemerintahan raja siapa kerajaan Mataram mencapai zaman keemasan ?
10.Gambar dibawah ini adalah salah satu raja dari Kerajaan Pasir. Dari daftar nama-nama kerajaan Pasir dari yang pertama hingga yang terakhir. Gambar dibawah adalah raja yang terakhir yang berkuasa dari tahun 1899 – 1908. Siapakah nama raja tersebut ?


KERAJAAN PASIR

 
Putri Dalam Petung adalah raja pertama Kerajaan Pasir di Sadurangas yang berkuasa pada periode 1516 – 1567. Ia adalah putri Patih Aria Manau dari Kuripan.
Menurut sumber Banjar, cikal bakal kerajaan
Pasir berasal dari kerajaan Kuripan (di Kota Amuntai), yang pada pertengahan abad ke-16 telah mengadakan pengembaraan ke daerah Pasir. Bahkan, Putri Dalam Petung sendiri, menurut riwayatnya, adalah putri dari keraton Negara Dipa yang dilarikan saat masih bayi karena terjadinya perang saudara di Rantau Panyabrangan. (Anggraini Antemas, Orang2 Terkemuka dalam Sedjarah Kalimantan).
Patih Aria Manau kemudian menyusul bayinya yang dibawa lebih dulu oleh Tumenggung Duyung dan Tumenggung Tukiu (dua orang panglima kerajaan Kuripan) ke Sadurangas. Aria Manau mengganti namanya menjadi Kakah Ukop, dan putriniya itu diberikan nama Putri Pitung (Putri Dalam Petung).
Putri Dalam Petung kawin dengan seorang mubaligh Islam dari Giri bernama Abu Mansyur Indra Jaya. Pada abad-abad belakang datanglah pengembara-pengembara Arab dari Kalimantan Barat dan juga pelarian-pelarian Bugis dari Sulawesi, sehingga terjadilah kawin-mawin dengan keluarga raja. Anak cucu Putri Dalam Petung yang telah bercampur dengan Arab dan Bugis inilah yang turun menurunkan Sultan-sultan bangsawan di Pasir hingga sekarang.

Sultan Ibrahim Chaliluddin adalah raja terakhir Kerajaan/Kesultanan Pasir yang bertahta di Sadurangas (Pasir) menjelang abad ke-20. Pada bulan Februari tahun 1916, Sultan Ibrahim ditangkap Belanda kemudian diasingkan ke Jawa dan akhirnya meninggal dunia di Cianjur, Jawa Barat.  Aly
Daftar nama Raja-raja Kerajaan Pasir (Sadurangas) :
Ratu Putri Dalam Petung (Sri Sukma Dewi binti Aria Manau Deng Giti) 1516 – 1567
Raja Adjie Mas Patih Indra bin Abu Mansyur Indra Jaya 1567 – 1607
Raja Adjie Mas Anom Indra bin Adjie Mas Patih Indra 1607 – 1644
Raja Adjie Anom Singa Maulana bin Adjie Mas Anom Indra 1644 – 1667
Sultan Panembahan Sulaiman I (Adjie Perdana) bin Adjie Anom Singa Maulana 1667 – 1680
Sultan Panembahan Adam I (Adjie Duwo) bin Adjie Anom Singa Maulana 1680 – 1705
Sultan Adjie Muhammad Alamsyah (Adjie Geger) bin Adjie Anom Singa Maulana 1703 – 1726
La Madukelleng (Arung Matoa dari Wajo, Bugis, Makasar) 1726 – 1736
Sultan Sepuh I Alamsyah (Adjie Negara) bin Adjie Geger 1736 – 1766
Sultan Ibrahim Alamsyah (Adjie Sembilan) bin Surya Nata Negara 1766 – 1786
Ratu Agung 1786 – 1788
Sultan Dipati Anom Alamsyah (Adjie Dipati) bin Adjie Sembilan 1788 – 1799
Sultan Sulaiman II Alamsyah (Adjie Panji) bin Ratu Agung 1799 – 1811
Sultan Ibrahim Alamsyah (Adjie Sembilan) 1811 – 1815
Sultan Mahmud Han Alamsyah (Adjie Karang) bin Adjie Masnad 1815 – 1843
Sultan Adam II Adjie Alamsyah (Adjie Adil) bin Adjie Masnad 1843 – 1853
Sultan Sepuh II Alamsyah (Adjie Tenggara) bin Adjie Kemis 1853 – 1875
Pangeran Adjie Inggu (Putra Mahkota) bin Adjie Tenggara 1875 – 1876
Sultan Abdur Rahman Alamsyah (Adjie Timur Balam) bin Adjie Alamsyah (Adjie Adil) 1876 – 1896
Sultan Muhammad Ali (Adjie Tiga) bin Adjie Karang 1876 – 1898
Sultan Ibrahim Chaliluddin (Adjie Medje/Medjah) bin Adjie Gapa 1899 – 1908
Sumber: Pangeran Adjie Benni Syarief Fiermansyah Chaliluddin

- See more at: http://kabarbanjarmasin.com/posting/nama-raja-raja-kerajaan-pasir-sadurangas.html#sthash.DqPHMwOs.dpuf

Tuesday, 6 October 2015

materi sejarah indonesia kls x semester ganjil

 

Friday, 27 February 2015

 

     Akulturasi kebudayaan yaitu suatu proses percampuran antara unsur-unsur kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain, sehingga membentuk kebudayaan baru.

Terbentuknya Jaringan Nusantara Melalui Jalur Perdagangan

 

Terbentuknya Jaringan Nusantara Melalui Jalur Perdagangan
Terbentuknya Jaringan Nusantara Melalui Jalur Perdagangan Pusat-pusat integrasi Nusantara berlangsung melalui penguasaan laut. Pusat-pusat integrasi itu selanjutnya ditentukan oleh keahlian dan kepedulian terhadap laut, sehingga terjadi perkembangan baru, setidaknya dalam dua hal, yaitu pertumbuhan jalur perdagangan yang melewati lokasi-lokasi strategis di pinggir pantai,  kemampuan mengendalikan (kontrol) politik dan militer para penguasa tradisional (raja-raja) dalam menguasai jalurutama dan pusat-pusat perdagangan di Nusantara. Jadi, prasyarat untuk dapat menguasai jalur dan pusat perdagangan ditentukan oleh dua hal penting yaitu perhatian atau cara pandang dan kemampuan menguasai lautan.


Jalur-jalur perdagangan yang berkembang di Nusantara sangat ditentukan oleh kepentingan ekonomi pada saat itu dan perkembangan rute perdagangan dalam setiap masa yang berbeda-beda.